Cintanya atau
CintaNya
Tinggal
pilih tidak ada susahnya,di Kota ini dalam seminggu saja sudah banyak kajian
yang diadakan di berbagai tempat. Tak luput pula banyak pilihan waktu untuk
setidaknya mempertahankan kualitas iman dengan menghadiri majelis ilmu. Walaupun
bagi seorang yang masih menimba ilmu sepertiku ini tetap saja masih merasa
perlu untuk selalu memaksakan hati agar bisa datang dalam kajian rutin.
Padahal, agenda kegiatan sebagai pelajar masih minim, tapi tetap saja perlu
niat yang besar untuk menghadirinya. Aku paham Pemompaan iman sangat
diperlukan, mengingat iman dapat naik kemudian seketika turun. Tak ubahnya
seperti perasaan manusia, juga dapat berubah arah sewaktu-waktu, menguat dan
melemah dengan mudahnya. Ibarat sebuah pohon, jika tidak disirami dengan amal
baik, ia perlahan akan layu dan mati. Bicara tentang perasaan, sudah seharusnya
tidak perlu membaginya kesana sini. Perasaan cinta terhadap Allah, hanya Allah,
untuk Allah, tidak untuk yang lain.
Tidak
mudah untuk meningkatkan Iman, ketika kawan sepermainan juga tidak ada kesamaan
dalam berprinsip. Akan menjadi sulit untuk Istiqomah dalam hal menambah atau
setidaknya bertahan pada ketaqwaan. Ketika menaruh hati dan perasaan pada suatu
hal, yakin, mantapkan, kemudian berusaha untuk tetap fokus dengan tidak
memperdulikan yang lainnya. Sangat erat kaitannya dengan Istiqomah, Dalam
Istiqomah memohon ridho pada Allah SWT, kita sudah sewajibnya senantiasa
meyakini dengan berkelanjutan untuk tidak menduakanNya. Secara terus menerus
menjalankan titahNya, dan mengabaikan semua hal yang dilarangNya.
Aku
punya seorang kawan yang memang sangat jelas terlihat sedang kasmaran. Terlihat
bagaimana dia senyum-senyum sendiri. Terlihat bagaimana sumringahnya membalas pesan
singkat melalui telfon genggamnya. Aku datang ketika dia sedang menyeruput
secangkir kopi hitam dan tak lupa gadget
di tangan kirinya melekat erat, kemudian tanpa ragu aku bertanya “ Malam minggu
ada kajian, berangkat bareng ya? Nanti aku jemput”. Sebuah pertanyaan yang
sudah sering aku lontarkan, dengan respon yang selalu positif biasanya. Dia
hanya membisu ketika aku menanyakannya, dia tidak menolak dan juga tidak
menerima ajakanku. Lebih tepatnya dia mengabaikan pertanyaanku. Dan masih sibuk
dengan telfon genggamnya. Kemudian dia termenung. Dengan yakin aku mengira itu
pertanda bahwa dia akan setuju dengan keinginanku. Setelah itu dia menjawab.”Absen
dulu deh aku, kebetulan lagi ada acara nih malam minggu, lain kali aja ya” sejenak
aku tercengang dan menimpali “Oke kalo
gitu” Jawaban singkat mengartikan sebuah kekecewaan dan tak lama setelahnya aku
pamit untuk pulang dan dengan sedikit terburu-buru aku memacu kuda biruku. Di
perjalanan aku tak henti-hentinya berfikir mengapa temanku ini menolak ajakanku.
Dia tidak menjelaskan mengapa, atau sedikit memberitahu apa kesibukannya.
Bukannya mau ikut campur, tapi sudah menjadi hal yang biasa antara aku dan
temanku ini untuk saling terbuka satu sama lain. Untuk saling menceritakan
apapun, dari yang penting untuk dibagi maupun secuil hal yang tidak perlu untuk
dikatakan.
Malam
minggu pun tiba, malam dimana muda-mudi saling memadu kasih, malam dimana
ketika kau sedang berstatus single
pasti akan di bully. Tapi di malam
ini kesempatan meningkatkan iman dan menimba ilmu sangat terbuka lebar. Di masa
yang kebanyakan orang bilang “ Mumpung masih muda lo ”. Justru karena masih
sehat dan bugar ini harus dimanfaatkan untuk meraih banyak hal. Karena masih
diberi kesempatan mengerjakan banyak kegiatan maka dari itu aku berusaha dan
memaksakan diri untuk tidak terlena dengan gemerlap masa menjelang dewasa ini.
Berfikir bahwa periode ini merupakan kesempatan emas untuk modal jangka panjang
nantinya. Senantiasa ingat bahwa setelah kematian ada kehidupan yang kekal
sebenarnya.
Dengan
memacu kuda besi biruku ini aku dengan mantap menuju ke tempat majelis ilmu. Di
jalan tidak aku jarang melihat dua insan berpasangan tengah tersenyum berdua.
Tercium aroma kebahagiaan di raut wajah mereka dan sekaligus teringat bahwa
diriku hingga saat ini masih tidak memiliki pasangan. Usia memang sudah mulai
menginjak dewasa, dan semua orang tersayang juga mengharapkan bahwa harus
segera memiliki pasangan tepat waktu alias 1 atau 2 tahun setelah wisuda
disarankan untuk segera menikah. Kembali sembari memacu kuda biru, aku berfikir
keras, hasil pemikiranku mengatakan bahwa sebaiknya menikah bukan masalah
waktu, tapi yang terpenting adalah menikah tepat pada waktunya. Maka dari itu
harus senantiasa menabung berbagai kebutuhan untuk keperluan di masa depan.
Tidak hanya kemapanan tapi yang paling penting adalah ketaqwaan. Kemapanan bisa
dengan mudah dicapai dengan bantuan jaringan sana-sini, tapi ketaqwaan hanya
urusan pribadi dengan Tuhan.
Kajian
malam minggu ini sungguh sangat membantu dalam memantapkan hati untuk
terus-menerus memacu iman. Dengan bertemakan “Kiat-kiat Istiqomah” ini aku
merasa harus terus melakukan hal-hal kebaikan. Jangan lelah untuk meningkatkan
keyakinan akan kebenaran di jalan Allah. Tidak boleh menyerah untuk selalu
mengingatkan orang terkasih akan kebaikan. Seketika aku mengingat sobatku, yang
malam ini dia sedang bersama seseorang yang dicintainya. Sebagai teman bukannya
tidak senang melihatnya bahagia. Tapi ada perasaan yakin jika bahagianya itu
dapat berlangsung tidak lama.
Beberapa
minggu berlalu dengan setiap minggunya menghadiri kajian ilmu. Dan setiap
kesempatan itu pula aku tidak pernah merasa lelah untuk mengajak kawanku itu. Jawabannya
pun tidak berubah. Terlihat jelas bagaimana dia sekarang sudah semakin sering
menghabiskan waktu dengan wanita dambaannya dan semakin mengacuhkan
kehadiranku. Bukan berarti aku ingin mencampuri urusan pribadinya. Namun
sebagai teman aku tidak boleh berhenti untuk selalu meluruskan ketika kawanku
ini sedang tidak berjalan lurus. Sebagai teman aku harus selalu semangat
mengantarkannya kearah kebaikan.
Ketika
hendak menuju kelas, aku lihat sobatku sedang diam tertunduk dengan wajah yang
kusut di pojok kampus. Pasti ada sesuatu yang tidak menyenangkan yang
dialaminya. Padahal beberapa waktu kemarin dia selalu terlihat bahagia karena
seorang wanita tentunya. Mungkin sedihnya kali ini juga disebabkan oleh wanita.
Tidak dapat dipungkiri ketika kita berharap pada makhluk ciptaanNya akan sangat
rentan untuk berakhir mengecewakan. Pikiran burukku semakin tak terbendung,
dengan keyakinan jika sobatku ini sedang patah hati. Sangat terlihat ketika dia
menghisap gulungan tembakau dengan raut wajah yang gelisah. Maka dari itu hanya
pada Allah SWT seyogyanya berharap dengan penuh keyakinan jika hasilnya tidak
akan mengabaikan usaha. Padahal aku masih belum bertanya mengapa dia seperti
ini. Tapi aku yakin, seorang wanita adalah penyebabnya.
“
Ini aku bawa setrika buat wajahmu yang kusut ” dengan sedikit candaan aku
menyapanya. “Haaaaaaaaahh” dengan panjang dia menghela nafas, dengan berat dia
melepaskannya. Dengan begitu, terasa lebih berat aku merasakan sedihnya.
Beberapa helaan nafas dan kemudian dia menceritakan semua masalahnya. Semua
dugaanku benar. Anak cucu Hawa yang menjadi penyebabnya. Wanita pujaannya yang
membuat parasnya kusut. Wanita yang dicintainya lah yang sudah menggoreskan
luka mendalam tanda kasih tak sampai. “Sudah cukup ceritanya!” aku menyela. Aku
sangat mengerti bagaimana sakitnya cinta tak terbalas. Aku cukup mengerti
bagaimana cinta terbalaskan justru untuk
orang lain. Aku mengerti bagaimana perihnya menerima kenyataan. Dan aku
sendiri juga tidak mau merasakannya dan mengulang kejadian mengerikan itu.
Tidak hanya aku yang merasakannya, tapi juga teman karibku untuk saat ini
diberi kesempatan untuk mempunyai pengalaman sepertiku. “Sudah cukup menaruh
cinta pada selain Allah, ambil hikmahnya saja dan lekaslah tersenyum!” ujarku
dengan nada layaknya orang bijak.
Aku
sadar, untuk menjadi generasi emas, sudah bukan waktunya lagi untuk pemuda
sepertiku bermalas-malasan. Sudah bukan zamannya lagi hidup bersenang-senang
dengan hanya memikirkan duniawi. Sudah saatnya dimulai dari saat ini untuk
terus menambah ketaqwaan dan kecintaan kepada Allah SWT. Tidak hanya di
perkuliahan kita berusaha meraih nilai maksimal. Tapi diluar itu juga berusaha
meraih ridhoNya. Untuk apa mencintai selain Allah SWT, jika hanya Dia yang akan
memastikan untuk memberikan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Untuk engkau
sahabatku yang saat ini masih berproses, “ Carilah ilmu untuk jadi bijak,
carilah ridhoNya agar kau direstui, dan Cintailah Dia sebagaimana Dia
menyayangi dan mengasihimu”.